Preeklampsia adalah suatu sindroma spesifik kehamilan
dengan menurunnya perfusi organ yang berakibatnya terjadinya vasopasme pembuluh
darah dan aktivasi endotel1. Preeklampsia ditandai dengan hipertensi dan proteinuria
pada kehamilan > 20 minggu.18
Preeklampsia
terbagi atas dua yaitu Preeklampsia Ringan dan Preeklampsia Berat berdasarkan
Klasifikasi menurut American College of Obstetricians and
Gynecologists, yaitu:
1.
Preeklampsia ringan, bila disertai
keadaan sebagai berikut:
ü Tekanan
darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan
sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan
darah normal.
ü Proteinuria
kuantitatif ≥ 300 mg perliter dalam 24 jam atau kualitatif 1+ atau 2+ pada
urine kateter atau midstream.
2.
Preeklampsia berat, bila disertai
keadaan sebagai berikut:
ü Tekanan
darah 160/110 mmHg atau lebih.
ü Proteinuria
5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.
ü Oligouri,
yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam/kurang dari 0,5 cc/kgBB/jam.
ü Adanya
gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.
ü Terdapat
edema paru dan sianosis
ü Hemolisis
mikroangiopatik
ü Trombositopeni
(< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat)
ü Gangguan
fungsi hati.
ü Pertumbuhan
janin terhambat.
ü Sindrom
HELLP.
Ø Eklampsia adalah kelainan akut pada
wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang
dan atau koma. Sebelumnya wanita tersebut menunjukkan gejala preeklampsia
(kejang timbul bukan akibat kelainan neurologis)[18].
Ø Sindroma HELLP ialah preeclampsia-eklampsia disertai
timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan
trombositopenia.1
Ø Hipertensi gestasional adalah kondisi dimana terdapat
tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kalinya pada kehamilan >20
minggu tanpa adanya proteinuria dan kembali normal dalam 12 minggu postpartum.2
Ø Hipertensi kronik dalam kehamilan ialah hipertensi yang
didapatkan sebelum timbulnya kehamilan atau didapatkan tekanan darah sistolik >140
mmHg atau tekanan darah diastolik >90 mmHg pada umur kehamilan <20
minggu.1 dan tidak menghilang > 12 minggu
postpartum.18
Ø Hipertensi
kronik dengan superimposed preeklampsia adalah timbulnya proteinuria setelah
usia gestasi 20 minggu pada wanita penderita hipertensi kronik.18
Ø Perkembangan
janin terhambat ialah keadaan janin dengan berat dan besar kurang dari 2
simpang baku menurut usia gestasi.18
Insiden dan faktor resiko
Wanita yang muda dan nullipara lebih rentan mengalami
preeklampsia. Faktor lainnya ialah faktor lingkungan, sosioekonomik dan
pengaruh musim. Obesitas, gestasi multifetal dan sindroma metabolik. Wanita dengan
BMI > 35 kg/m2 memiliki resiko 13.3 persen dibanding BMI <20 kg/m2 yang
hanya 4.3 persen. Sementara dua janin memiliki resiko 13 persen dibanding hanya
satu janin yang memiliki resiko 5 persen. Sementara wanita yang sebelumnya
pernah mengalami preeklampsi pada kehamilan yang pertama, memiliki resiko yang
lebih besar untuk mengalami preklampsia pada kehamilan yang kedua.2
Etiologi
Hipertensi gestasional lebih mungkin terjadi pada wanita
yang terekspos terhadap villi korionik untuk pertama kalinya atau dalam jumlah
banyak. Memiliki kondisi predisposisi aktifasi endotel atau inflamasi
(Diabetes) dan genetik.2
Terdapat 4
teori mekanisme yang dianggap paling penting yaitu:
1. Implantasi plasenta dengan kegagalan invasi pembuluh
darah
2.
Immunologi
(maladaptasi toleransi)
3.
Maladaptasi
terhadap perubahan fisiologis dalam kehamilan
4.
Genetik
Invasi trofoblast abnormal
Pada implantasi normal terdapat remodelling dari
arteriole spiral dalam desidua basalis dimana trofoblast endovascular
menggantikan endotel vascular dan otot polos untuk merubah diameter pembuluh
darah. Pada preeklampsi terjadi invasi trofoblastik inkomplit, dimana hanya
terjadi perubahan pada pembuluh darah desidua saja (pembuluh pada miometrium
tidak berubah) sehingga diameter pembuluh miometrium hanya setengah dari
plasenta yang normal. Terdapat kerusakan endotel, insudasi dari isi plasma
kedalam dinding pembuluh, proliferasi sel miointimal dan nekrosis medial. Lemak
terakumulasi di sel miointimal kemudian makrofag dan menyebabkan atherosis.2
Dikutip dari Williams Obstetric edisi 24
Hal tersebut menyebabkan gangguan aliran darah plasenta,
menyebabkan hipoksia jaringan karena kurangnya perfusi sehingga menyebabkan
terlepasnya debris plasenta atau mikropartikel yang menyebabkan respon
inflamasi sistemik.
Faktor
immunologi
Pada keadaan normal,
terbentuk toleransi imun maternal terhadap plasenta dan fetal antigen dari
paternal. Pada preklampsia terdapat maladaptasi dari sistem imun sehingga
menyebabkan pelepasan sitokin inflamatori.2
Aktifasi
Sel Endotel
Perubahan inflamatori oleh karena penyebab yang telah
diuraikan diatas. Faktor antiangiogenic dan metabolik dan mediator inflamasi
lainnya dapat mencetuskan kerusakan endotel. Mediator inflamasi seperti TNF-a
dan interleukin (IL) berkontribusi terhadap stress oksidatif pada preeklampsi,
terdapat ROS (reactive oxygen species) dan radical bebas yang menyababkan
terhadap pembentukan self propagating lipid peroxide sehingga menyebabkan
cedera endotel yang berat, yang menyebabkan turunnya produksi nitric oxide dan
menggangu keseimbangan prostaglandin. Stress oksidatif juga menyebabkan
atherosis yng dapat menyebabkan aktifasi dari microvascular coagulation yang
ditandai oleh trombositopenia dan peningkatan permeabilitas kapiler yang
ditandai oleh edema dan proteinuria.2
Faktor
nutrisi
Diet yang
mengandung buah dan sayur dengan aktifitas antioksidan dihubungkan dengan
penurunan tekanan darah. Insiden preeklampsia pada wanita yang intake dari
ascorbic acid lebih rendah dari 85 mg dua kali lipat dibanding dengan yang
intake diatas 85 mg per hari. Suplementasi kalsium pada populasi dengan intake
kalsium yang rendah menunjukan sedikit perbaikan dalam hal mortalitas
perinatal.2
Genetik
Penyebab
preeklampsi multifaktorial. Pada penelitian oleh Ward dan Taylor (2014) disimpulkan
resiko terjadinya preeklampsi pada anak dari wanita dengan preeklampsia adalah
20 sampai 40 persen.2
Pathogenesis
Ø Vasopasme
Aktivasi endotel
menyebabkan konstriksi vaskular dengan peningkatan resistensi dan menyebabkan
hipertensi. Pada saat yang sama kerusakan endotel menyebabkan kebocoran
interstitial melalui konstituen darah (termasuk platelet dan fibrinogen) yang
terdeposit pada subendotel yang menyebabkan disrupsi dari protein endothelial
junction.2
Ø
Cedera sel endotel
Faktor protein dari
plasenta yang disekresi ke dalam sirkulasi maternal mencetuskan aktivasi dan
disfungsi dari endotel pembuluh darah. Terdapat peningkatan dari Circulating
Endothelial Cell (CEC) dan Circulating Endothelial Microparticles (EMP) pada
wanita preeklamptik. Endotel yang intak memiliki sifat antikoagulan dan
menumpulkan respon otot polos pembuluh darah terhadap agonis melalui pelepasan
Nitric Oxide. Pada endotel yang cedera produksi nitric oxide menurun dan
terjadi sekresi zat prokoagulan dan meningkatkan sensitivitas terhadap
vasopressin. Produksi prostasiklin endotel (PGI2) menurun dan terjadi
peningkatan pelepasan thromboxane A2 sehingga perbandingan
prostasiklin:thromboxane A2 menurun.2
Patofisiologi
Disfungsi endotel, vasospasme dan iskemi berdampak pada
banyak organ dan dapat menyebabkan keadaan yang mengancam jiwa pada ibu maupun
janin2
Sistem Kardiovaskular
Terdapat peningkatan afterload jantung karena hipertensi,
turunnya cardiac preload karena hilangnya hipervolemia fisiologis pada
kehamilan dan aktifasi endotel dengan ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga ekstravaskular. Dapat terjadi edema
paru meskipun pada fungsi ventrikel jantung yang normal oleh karena kebocoran
endotel-epitel alveolar dan menurunnya konsetnrasi albumin dalam serum.
Peningkatan curah jantung dan fungsi ventrikel yang hiperdinamik oleh karena
rendahnya wedge pressure. Pada kehamilan normal terjadi hipervolemia
fisiologis, pada wanita dengan preeklampsia kelebihan volume (sekitar 1500ml)
dapat hilang sebagian atau seluruhnya, hal ini karena vasokonstriksi secara
umum dan kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas.2
Perubahan Hematologi
Dapat terjadi trombositopenia yang pada umumnya dapat
memburuk setelah partus, namun membaik menjadi normal dalam 3 sampai 5 hari.
Pada sindroma HELLP jumlah platelet tetap menurun meskipun setelah partus.
Hemolisis dapat dimanifestasikan melalui peningkatan serum lactate
dehydrogenase (LDH) dan penurunan kadar haptoglobin serta schizocytosis,
spherocytosis dan retikulositosis. Dapat terjadi hemolisis mikroangiopati
akibat perlekatan platelet dan deposisi fibrin. Terjadi peningkatan
fibrinopeptides A dan B dan dimers serta penurunan antithrombin III, protein C
dan S. Perubahan fungsi koagulasi biasanya dalam jumlah yang sedikit dan jarang
bermakna secara klinis.2
Ginjal dan keseimbangan cairan
dan elektrolit
Mekanisme terjadinya retensi cairan disebabkan dipercayai
oleh karena kerusakan endotel.Pada ginjal terjadi peningkatan resistensi dari
arteriole afferen serta endotheliosis kapiler glomerular yang menyebabkan
tertutupnya barrier filtrasi (dan tertutupnya lumen pembuluh darah) serta
terdapat penurunan tekanan onkotik yang menyebabkan ketidakseimbangan filtrasi,
hal ini menyebabkan peningkatan serum creatinine. Peningkatan asam urat plasma
karena turunnya GFR dan peningkatan reabsorpsi tubular. Terjadi peningkatan
Atrial Natriuretic Peptide pada wanita dengan preeklampsia. Setelah kejang
eklamptik terjadi penurunan pH dan bikarbonat oleh karena asidosis laktat.
Terjadi proteinuria oleh karena peningkatan permeabilitas, jumlah albumin yang
terfiltrasi lebih banyak daripada globulin yang ukuran molekulnya lebih besar.
Terjadi kerusakan pada podosit sehingga terjadi peningkatan ekskresi podosit
dalam urin. Acute Kidney Injury (AKI) oleh karena Acute Tubular Necrosis (ATN)
jarang terjadi kecuali pada keadaan yang disertai dengan hipovolemia dan
hipotensi yang biasanya disebabkan oleh perdarahan yang berat.2
Hepar
Biasanya ditandai dengan adanya nyeri perut kanan atas
atau midepigastrik yang sedang atau berat serta perubahan integritas hepar yang
ditandai oleh peningkatan AST atau ALT. Infark hemorragik dapat berkembang
menjadi hematoma hepar yang dapat membentuk hematoma subkapsular yang dapat
ruptur.2
Otak
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan cerebrovascular yakni teori
pertama hipertensi akut dan berat menyebabkan overregulasi dan menyebabkan
vasospasme, penurunan aliran darah serebral menyebabkan iskemi, edema
sitotoksik dan infark jaringan. Kemudian teori kedua ialah kenaikan tekanan darah
yang mendadak melebihi kapasitas autoregulasi serebrovaskular yang normal,
terbentuk zona vasodilasi dan vasokonstriksi, pada tingkat kapiler, gangguan
dari end-capillary pressure menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik,
hiperperfusi dan ekstravasasi dari plasma dan sel darah merah melalui
tigh-junction pada endotel dan menyebabkan edema vasogenik.
Terdapat beberapa
gejala neurologis pada sindrom preeklampsia. Yang pertama ialah nyeri kepala
dan scotomata yang disebabkan oleh hiperperfusi dengan predileksi pada lobus
occipitalis, nyeri biasanya tidak reda dengan analgesia pada umumnya namun
membaik ketida diberikan magnesium sulfate. Kejang pada preeklampsi adalah
tanda diagnostik dari eklampsi, ini disebabkan oleh pelapasan neurotransmitter
(terutama glutamat) yang menyebabkan depolarisasi dari saraf secara masif dan
ledakan action potential. Kejang yang berkelanjutan dapat menyebabkan cedera
otak yang signifikan. Penglihatan buram dan diplopia dapat terjadi, kebutaan
merupakan hal yang jarang, namun dapat terjadi, hal ini disebabkan oleh
kelainan pada korteks visual pada lobus occipitalis, lateral geniculate nuclei
atau retina. Edema serebri yang luas ditandai oleh perubahan kesadaran, pasien
menjadi rentan terhadap peningkatan tekanan darah secara mendadak dan berat
yang dapat memperberat edema vasogenik yang sudah terjadi.2
Perfusi
uteroplasenta
Kecacatan dalam invasi trofoblastik endovaskular dan
plasentasi menyebabkan gangguan pada perfusi uteroplasental, yang hampir selalu
menjadi penyebab utama pada peningkatan mortalitas dan morbiditas perinatal. Di
akhir plasentasi, pada umumnya tahanan terhadap aliran darah arteri uterina
menurun secara signifikan, namun pada plasentasi yang abnormal tahanan tetap
tinggi. Hal ini, seperti yang telah diuraikan diatas, menyebabkan sindrom
preeklampsia dan pertumbuhan janin terhambat.2
Diagnosis
Gejala subjektif
Pada
preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala
ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk
bahwa eklampsia akan timbul (impending eklampsia). Tekanan darah pun akan
meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat.3
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah
meningkat ≥ 140/90 mmHg pada preeklampsia ringan dan ≥ 160/110 mmHg pada
preeklampsia berat. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia, takipneu,
edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, sampai
tanda-tanda pendarahan otak.3
Penemuan Laboratorium
Penemuan yang
paling penting pada pemeriksaan laboratorium penderita preeklampsia yaitu
ditemukannya protein pada urine. Pada penderita preeklampsia ringan kadarnya
secara kuantitatif yaitu ≥ 300 mg
perliter dalam 24 jam atau secara kualitatif +1 sampai +2 pada urine kateter
atau midstream. Sementara pada preeklampsia berat kadanya mencapai ≥ 500 mg
perliter dalam 24 jam atau secara kualitatif ≥ +3.3
Pada pemeriksaan darah, hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat
hemokonsentrasi. Trombositopenia juga biasanya terjadi. Penurunan produksi
benang fibrin dan faktor koagulasi bisa terdeksi. Asam urat biasanya meningkat
diatas 6 mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada
preeklampsia berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat
dehidrogenase bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah
dan elektrolit pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal.3
Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya
preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin
dengan trauma sekecil-kecilnya, mencegah perdarahan intrakranial serta mencegah
gangguan fungsi organ vital.1
1.
Preeklampsia
Ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam
penanganan preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh
menyebabkan aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan
vena pada ekstrimitas bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di daerah
tersebut juga bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi
kebutuhan volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah dan
kejadian edema. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi
glomeruli dan meningkatkan dieresis. Diuresis dengan sendirinya meningkatkan
ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskuler, sehingga mengurangi
vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah
rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.1
Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam
sepanjang fungsi ginjal masih normal. Pada preeklampsia ibu hamil umumnya masih
muda, berarti fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam.
Diet yang mengandung 2 gram natrium atau 4-6 gram NaCl (garam dapur) adalah
cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi
pertumbuhan janin justru membutuhkan komsumsi lebih banyak garam. Bila komsumsi
garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan komsumsi cairan yang banyak,
berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat,
lemak, garam secukupnya dan roboransia prenatal. Tidak diberikan obat-obat
diuretik antihipertensi, dan sedative. Dilakukan pemeriksaan laboratorium HB,
hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan fungsi ginjal. Apabila
preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan konservatif, maka dalam
hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun janin masih prematur. 1
Rawat
inap
Keadaan dimana ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu
dirawat di rumah sakit ialah a) Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar
proteinuria selama 2 minggu b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda
preeklampsia berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa pemeriksaan USG
dan Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan
amnion. Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi
dengan bagian mata, jantung dan lain lain.1
Perawatan
obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya
Menurut Williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22
minggu sampai ≤ 37 minggu. Pada kehamilan preterm (<37 minggu) bila tekanan
darah mencapai normal, selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm.
Sementara itu, pada kehamilan aterm (>37 minggu), persalinan ditunggu sampai
terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara
spontan, bila perlu memperpendek kala II.1
2.
Preeklampsia
Berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa
yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya
akut sudah diatasi, tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan
kehamilan.
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi
pada neonatus berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi
plasenta baik akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal
distress baik pada saat kelahiran maupun sesudah kelahiran. 1
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan
kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif terhadap
penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. Pemeriksaan
sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda tanda klinik berupa
: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium dan kenaikan cepat berat
badan. Selain itu perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran
proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan USG dan NST.1
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan
preeklampsia ringan, dibagi menjadi dua unsur yakni sikap terhadap penyakitnya,
yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis dan sikap terhadap
kehamilannya ialah manajemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap
saat bila
keadaan hemodinamika sudah stabil.1
Medikamentosa
Penderita
preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada
preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia
mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oligouria. Sebab
terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat
menentukan terjadinya edema paru dan oligouria ialah hipovolemia, vasospasme,
kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary
capillary wedge pressure. Oleh karena itu monitoring input cairan (melalui oral
ataupun infuse) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran
secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin.
Bila terjadi tanda tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan
yang diberikan dapat berupa a) 5% ringer dextrose atau cairan garam faal jumlah
tetesan:<125cc/jam atau b) infuse dekstrose 5% yang tiap 1 liternya
diselingi dengan infuse ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc.1
Di
pasang foley kateter untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria terjadi bila
produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam. Diberikan
antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.1
Pemberian obat antikejang
MgSO4
Pemberian
magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin, berdasar
Cochrane review terhadap enam uji klinik yang melibatkan 897 penderita
eklampsia.
Magnesium
sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf
dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan
kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser
kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif
inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi
dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai
saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau
eklampsia.1
Cara pemberian MgSO4
-
Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4:
intravena, (40 % dalam 10 cc) selama 15 menit
-
Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan
ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose
diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam
Syarat-syarat pemberian MgSO4
-
Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi
intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv
3 menit
-
Refleks patella (+) kuat
-
Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda
distress nafas
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
-
Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl
-
Hilangnya reflex tendon
10 mEq/liter atau 12 mg/dl
-
Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl
-
Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl
Sumber: Creasy
and Resnik’s Maternal-Fetal Medicine edisi 6 (2008)
Magnesium
sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah 24 jam
pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian magnesium sulfat
dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 % dari pemberiannya menimbulkan
efek flushes (rasa panas)
Contoh
obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang yaitu diazepam atau fenitoin
(difenilhidantoin), thiopental sodium dan sodium amobarbital. Fenitoin sodium
mempunyai khasiat stabilisasi membrane neuron, cepat masuk jaringan otak dan
efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Fenitoin sodium
diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan dengan pemberian intravena 50
mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat. Pengalaman pemakaian
fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit.
Diuretikum
Diuretikum
tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung
kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah furosemida. Pemberian
diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi
uteroplasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi pada janin,
dan menurunkan berat janin.
Antihipertensi
Masih banyak
pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan darah, untuk
pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai
adalah ≥ 160/110 mmhg dan MAP ≥ 126 mmHg.
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi
ialah apabila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg.
Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan
sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125.
Jenis antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi. Obat antihipertensi yang
harus dihindari secara mutlak yakni pemberian diazokside, ketanserin dan
nimodipin.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin
(apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada
arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan cardiac output,
sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah
labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat
antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah clonidin (catapres). Satu ampul
mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc larutan garam
faal atau larutan air untuk suntikan.
Antihipertensi lini pertama1
-
Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum
120 mg dalam 24 jam
Antihipertensi lini kedua
-
Sodium nitroprussida : 0,25µg iv/kg/menit, infuse
ditingkatkan 0,25µg iv/kg/5 menit.
-
Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10
mg/menit/dititrasi.
Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah
jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non kardiogenik
(akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis preeclampsia
berat menjadi buruk bila edema paru disertai oligouria.
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada
sindrom HELLP.
Sikap terhadap kehamilannya1
Berdasar
William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeclampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilannya dibagi
menjadi:
1.
Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi
bersamaan dengan pemberian medikamentosa.
2.
Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap
dipertahankan bersamaan dengan pemberian medikamentosa.
Perawatan konservatif
Indikasi
perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa disertai
tanda –tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik. Diberi pengobatan
yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Selama
perawatan konservatif, sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan
evaluasi sama seperti perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri. Magnesium
sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeclampsia ringan,
selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelaah 24 jam tidak ada perbaikan
keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus
diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke
gejala-gejala atau tanda tanda preeklampsia ringan.
Perawatan aktif
Indikasi
perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini, yaitu:
Ibu
1.
Umur kehamilan ≥ 37 minggu
2.
Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia
3.
Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan
klinik dan laboratorik memburuk
4.
Diduga terjadi solusio plasenta
5.
Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin
1.
Adanya tanda-tanda fetal distress
2.
Adanya tanda-tanda intra
uterine growth restriction
3.
NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
4.
Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik
1.
Adanya tanda-tanda “sindroma HELLP” khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat
Terminasi dapat dilakukan secara per vaginam atau sectio cesarea
Sesuai dengan standar pelayanan medik RS P,
cara persalinan sebisa mungkin per vaginam18
Belum inpartu18:
a. Induksi partus bila skor Bishop > 8. Bila
perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus
sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam, bila tidak, maka dianggap gagal dan
harus dilakukan seksio sesarea.
b. Indikasi seksio sesarea:
-
Tidak ada
indikasi untuk persalinan per vaginam
-
Induksi
persalinan gagal
-
Terjadi
kegawatan ibu
-
Terjadi
kegawatan janin
-
Usia gestasi
<33 minggu
Inpartu18:
a.
Perjalanan
persalinan diikuti Partograf
b.
Perpendek
kala II
c.
Seksio
sesarea bila terjadi kegawatan ibu atau janin
d.
Primigravida
direkomendasikan seksio sesarea
e.
Anestesia:
regional anestesia, epidural anestesia, dan tidak dianjurkan general anestesia.
HELLP Syndrome
Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low platelet
adalah suatu komplikasi pada preeklampsia – eklampsia berat. Kehamilan yang dikomplikasikan dengan
sindroma HELLP juga sering dikaitkan dengan keadaan – keadaan yang mengancam
terjadinya kematian ibu, termasuk DIC, oedema pulmonaris, ARF, dan berbagai
komplikasi hemoragik. Insiden terjadinya
sindroma ini sebanyak 9,7 % dari kehamilan yang mengalami komplikasi
preeklampsia – eklampsia. Sindroma ini
dapat muncul pada masa antepartum (70 %) dan juga post partum (30 %). Ciri – ciri dari HELLP syndrome
adalah:
- Nyeri ulu hati
- Mual dan muntah
- Sakit kepala
- Tekanan darah
diastolik ³ 110 mmHg
- Menampakkan adanya oedema
HELLP syndrome dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian:
1.
Mississippi, dibagi menjadi 3 kelas:
·
Thrombositopenia
-
Kelas 1: ≤
50.000 / μl
-
Kelas 2: > 50.000 ≤ 100.000 / μl
-
Kelas 3: > 100.000 ≤ 150.000 / μl
·
Disfungsi hemolisis - hepatis
-
LDH ³ 600 IU / L
-
SGOT dan / atau SGPT ³ 40 IU / L
-
Ciri – ciri tersebut harus semua terdapat
2.
Tennessee, dibagi menjadi 2 kelas:
·
Complete
-
Trombosit < 100.000 / μl
-
LDH ³ 600 IU / L
-
SGOT ³ 70 IU / L
·
Parsial
-
Hanya satu dari ciri – ciri di atas yang muncul
Penanganan sindroma HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada
preeklampsia – eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid dosis
tinggi yang secara teoritis dapat berguna untuk :
- Dapat meningkatkan angka
keberhasilan induksi persalinan dengan memberikan temporarisasi singkat
dari status klinis maternal.
- Dapat meningkatkan jumlah trombosit dan
mempertahankannya secara konvensional agar dapat dilakukan anestesi
regional untuk persalinan vaginal maupun abdominal.
Berdasarkan protap RS P Penatalaksanaan HELLP Syndrome ialah18:
1.
Mengikuti
terapi preeklampsia-eklampsia
2.
Pemeriksaan
trombosit dan LDH setiap 12 jam (bila memungkinkan)
3.
Bila
trombosit <50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumptif, maka harus
diperiksa:
·
Waktu
protrombine
·
Waktu
tomboplastine partial
·
Fibrinogen
4.
Pemberian
Dexamethasone Rescue
a.
Antepartum:
diberikan double strength dexamethason (double dose) dexamethasone 10 mg IV
tiap 12 jam, jika didapatkan
b.
Postpartum: Dexamethason 10
mg IV tiap 12 jam, sebanyak 2 kali,kemudian diikuti 5mg IV tiap 12 jam,
sebanyak 2 kali
5.
Dapat
dipertimbangkan pemberian transfusi trombosit dan antioksidan
6.
Akhiri
kehamilan